Ia menjelaskan bahwa terjadinya aksi pencabulan yang dilakukan pelaku, saat pelaku menikahi ibu korban. Selama menikah, pelaku dengan korban kerap bercanda dan tidak jarang dalam candaan tersebut mengeluarkan teriakan.
Dengan kebiasaan tersebut, ketika pelaku melakukan aksi pencabulan pertama dan kedua, atau saat korban masih duduk di bangku keas VI sekolah dasar (SD) ibu korban tidak mencurigai. “Pada aksi pertama dan kedua, korban sempat melawan dan berteriak. Ibu korban berfikir itu sedang bercanda,” jelasnya.
Hingga akhirnya, lanjut Rio, pelaku pun mengaku sudah 15 kali melakukan perbuatan tersebut kepada anak tirinya. Aksi tersebut pun dilakukan pelaku terhadap korban di rumahnya yang ada di Kecamatan Cibatu.
Baca Juga:Gubernur Pantau Langsung Warga Jabar yang Terdampak Gempa TurkiAnak SMP di Cibatu Garut Dicabuli Ayah Tiri Sejak SD Sampai Hamil dan Lahirkan Anak
“Berdasarkan pengakuan pelaku, perbuatannya mencabuli anak tirinya itu dilakukan sebanyak 15 kali. Aksi tersebut dilakukan di rumah tinggalnya di wilayah Kecamatan Cibatu ketika istrinya sedang di luar rumah atau bahkan saat di dapur,” ungkapnya.
Dengan adanya perlawanan yang dilakukan korban, menurutnya aksi pencabulan itu dilakukan pelaku dengan ada paksaan. Sampai kemudian korban pun diketahui hamil dan melahirkan anaknya di bulan Desember 2022.
Saat korban hamil, ibu kandungnya diketahui mengetahui kondisi tersebut. Namun Rio mengaku saat ini masih melakukan penyelidikan apakah ada ancaman dari pelaku atau lainnya, sehingga yang terjadi adalah korban melahirkan anak tersebut di bidan desa.
Sampai kemudian pihaknya menerima laporan dan langsung melakukan penyelidikan juga menangkap dan menetapkan AA sebagai tersangka. Dalam pemeriksaan, AA mengakui perbuatannya yang telah mencabuli anak tirinya.
Atas perbuatan pelaku, disebut Rio pihaknya mengenakan pasal 76 D juncto pasal 81 dan atau pasal 76 E juncto pasal 82 undang-undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau pasal 81 ayat 1, 2, dan 3 juncto pasal 82 ayat 1 dan 2 undang-undang nomor 17 tahun 2016 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Ancaman hukumannya adalah 15 tahun ditambah sepertiga karena ada anak yang menjadi korban,” pungkasnya. (red)