GARUT – Pelaporan Asep Muhidin SH warga Kabupaten Garut, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal bimtek perangkat desa, dikembalikan. KPK menganggap dokumen bukti pendukung belum lengkap
Asep Muhidin, warga Kabupaten Garut yang akrab disapa Apdar itu merasa sangat kecewa atas jawaban dari KPK tersebut.
” Dalam surat KPK RI nomor : R/5036/PM.00.00/30-35/10/2022 tersebut mengulangi isi surat sebelumnya. Akan tetapi sudah saya jawab setelah melakukan analisa mengenai isi surat terseut,” ujar Asep Muhidin menanggapi surat balasan dari KPK.
Baca Juga:Bisakah Wartawan Dipidana Karena Berita? Apa Itu Hak Jawab dan Hak Koreksi?BNPB Mendata Sebanyak 110 Titik Pengungsian di Cianjur, 650 Orang Diantaranya Ibu Hamil
” Surat itu isinya hampir sama dengan surat sebelumnya, dan menyebutkan sudah menjelaskan melalui sambungan seluler. Jadi saya juga tegaskan kembali kalau yang ditanyakan itu harus jelas bentuknya apa dan bagaimana, karena sudah dijelaskan dalam lampiran laporan pengaduan. Bahkan saya meminta KPK RI bila diperlukan membuka percakapan saya dengan petugas KPK yang menghubungi saya dan berbicara langsung melalui sambungan seluler,” tambah Asep Muhidin.
Diketahui dari isi surat yang dikirim KPK menyebut bahwa KPK meminta Asep Muhidin untuk melengkapi dokumen pendukung dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan.
Antara lain KPK meminta uraian fakta peristiwa dan data atau informasi yang relevan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan.
Asep Muhidin juga diminta untuk kembali menghubungi Direktorat Pelayanan laporan dan pengaduan masyarakat KPK.
Sementara Asep Muhidin menjelaskan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi (UU KPK) menyebutkan: Pasal 11 ayat (1) :Dalam melaksanakan tugas sebagaiana dimaksud dalam pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang :b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Kemudian dalam ayat (2) : dalam hal tindak pidana korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi Wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan.
Selain itu lanjut Asep, Pasal 15 UU KPK huruf b “Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban: memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.