RADAR GARUT – Sertifikasi wartawan dan verifikasi media menjadi perdebatan hingga sekarang. Beberapa kalangan menilai bahwa yang disebut media (pers) sebagaimana UU Pers no 40 tidak mesti wartawannya bersertifikasi dan tidak mesti medianya terverifikasi dewan pers.
Menurut sebagian kalangan, yang terpenting sebuah media itu memiliki badan hukum Indonesia sebagaimana amanah Undang-undang no 40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers. Juga tidak harus ada sertifikasi wartawan, karena di dalam Undang-undang Pers tidak ada redaksional secara eksplisit mengenai sertifikasi wartawan dan verifikasi media.
Bahkan untuk masalah ini ada pihak yang menggugat Dewan Pers agar membatalkan aturan mengenai sertifikasi wartawan dan verifikasi media karena dianggap melanggar kemerdekaan pers.
Baca Juga:Komisi 4 DPRD Garut Sarankan Kenaikan UMK Gunakan Parameter Kebutuhan Hidup LayakTerapkan Strategi Komunikasi Role Modeling, BRI Jalankan Aksi Nyata Penerapan ESG
Nah dalam hal ini kami tidak akan membahas terlalu jauh mengenai perdebatan tersebut. Di sini hanya akan diulas soal tujuan dari sertifikasi wartawan sebagaimana penjelasan dari Dewan Pers.
Sebagaimana yang dilansir dari laman resmi Dewan Pers, bahwa berdasarkan Peraturan Dewan Pers No 1 tahun 2010 yang diperbaharui dengan Peraturan Dewan Pers No 4 tahun 2017 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan, disebutkan ada enam tujuan dari SKW.
Enam tujuan dari Sertifikasi Kompetensi Wartawan itu antara lain
- Meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan;
- Menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan;
- Menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik;
- Menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual;
- Menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan;
- Menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.
Masih berdasarkan penjelasan Dewan Pers, dari tujuan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal.
Diantaranya bahwa produk jurnalistik itu merupakan karya intelektual, sehingga proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kalaupun ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula.
Dengan demikian, akan bisa mengukur apakah seseorang yang bekerja sebagai wartawan, dengan beberapa ukuran yang dibuat, sudah pantas disebut sebagai profesional, untuk tingkatan muda, madya, atau utama.
Wartawan profesional menurut Dewan Pers juga diharuskan memiliki perencanaan. Misalnya ketika meliput suatu acara (untuk kelompok muda), atau membuat liputan investigasi atau indepth (untuk kelompok madya). Ada banyak hal bersifat teknis, yang disebut sebagai pengetahuan atau ketrampilan jurnalistik, yang sangat vital dimiliki wartawan profesional, sebelum dia berhak mendapatkan sertifikat dan kartu kompetens.