Lebih jauh lagi lanjut Mallau, sebuah perusahaan pers, mesti menjalankan kewajiban sebagaimana sebuah perusahaan. Antara lain, memberikan gaji (kesejahteraan) kepada wartawan, memberikan jaminan kerja dan jaminan kesehatan seperti BPJS, membayar pajak penghasilan dan pajak lainnya ke negara dan menjalankan segala aturan sebuah perusahaan.
“Ketentuan ini sesuai bunyi pasal 10 yang berbunyi “Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya,” ujar Mallau.
2) Perusahaan Pers yang terverifikasi Dewan Pers. Tidak cukup hanya berbentuk badan hukum, sebuah perusahaan pers menurut Mallau mesti terverifikasi oleh dewan pers. Hal ini kata Mallau sesuai dengan bunyi dari Undang-undang nomor 40 tahun 1999 pasal 15 huruf (g) yang menyatakan bahwa salah satu fungsi Dewan Pers adalah “Mendata Perusahaan Pers”.
Baca Juga:Peringati Maulid Nabi dan Hari Santri, Yayasan As-Syafi’iyah Garut Gelar Kirab dan Tabligh AkbarDirut BRI Jadi CEO Terpopuler di Medsos, BRI Raih Tiga Penghargaan Jambore PR Indonesia
3) Perusahaan Pers harus memiliki alamat kantor dan penanggung jawab yang jelas. Perusahaan pers sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 wajib mencantumkan alamat secara jelas sebagaimana diatur dalam pasal 12 yang berbunyi:
” Perusahaan pers wajib mencantumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan”.
“Ketentuan ini untuk memudahkan pembaca atau seseorang untuk melakukan pengaduah hak jawabnya atas pemberitaan yang dibuat perusahaan pers,” ujar Mallau.
4) Perusahaan pers atau wartawan wajib menaati kode etik jurnalistik. Dalam ketentuan ini kata Mallau bahwa seorang wartawan tidak boleh seenaknya membuat berita. Berita yang dibuat wajib menaati kode etik jurnalistik sebagaimana diatur dalam, Undang-undang nomor 40 tahun 1999 pasal 7 ayat 2 yang berbunyi: “Wartawan memiliki dan menaati kode etik Jurnalistik”.
Dengan ketentuan kode etik jurnalistik, seorang wartawan tidak bisa seenaknya membuat berita. Wartawan wajib mengedepankan azas praduga tak bersalah, wartawan wajib membuat berita berimbang dan sejumlah kode etik lainnya.
Dengan sejumlah syarat di atas kata Mallau, akan tampak bedanya antara berita yang masuk dalam kategori produk jurnalistik dengan berita yang bukan produk jurnalistik.
Juga terlihat jelas sebuah berita yang dimuat di medsos atau berbentuk koran atau majalah sekalipun, jika tidak memenuhi syarat di atas tidak bisa dikategorikan produk jurnalistik. Sehingga pada akhirnya berita yang tidak memenuhi syarat di atas tidak layak mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers.