RADAR GARUT – Seringkali wartawan dihadapkan pada persoalan hukum kaitan berita yang dibuatnya. Ada wartawan yang dilaporkan karena dugaan pencemaran nama baik, dan lain sebagainya.
Lantas dimanakah posisi kebabasan pers dan hak imunitas bagi wartawan kaitan produk berita yang dibuatnya?
Ketua Umum LBH Balinkras, DR Mallau, S.H. M.H secara garis besar membagi berita dalam dua kategori. Yang pertama adalah produk jurnalistik atau produk pers, dan yang kedua adalah produk non jurnalistik atau produk non pers.
Baca Juga:Peringati Maulid Nabi dan Hari Santri, Yayasan As-Syafi’iyah Garut Gelar Kirab dan Tabligh AkbarDirut BRI Jadi CEO Terpopuler di Medsos, BRI Raih Tiga Penghargaan Jambore PR Indonesia
“Produk jurnalistik atau produk pers inilah yang kemudian kita kenal dengan berita wartawan yang dikeluarkan oleh perusahaan pers. Dimana dalam aturan mainnya diatur berdasarkan undang-undang pers nomor 40 tahun 1999,” ujar Mallau.
“Sementara produk non jurnalistik adalah berita atau kabar yang pada dasarnya bukan dibuat oleh seorang wartawan dan tidak dikeluarkan melalui perusahaan pers. Dan aturan mainnya tidak diatur dalam undang-undang pers, malainkan diatur oleh undang-undang yang lain ketika terjadi pelanggaran pidana. Misalnya kabar yang ditulis dari akun medsos seperti facebook, whatsapp, instagram, blog, website non media dan lainnya,” jelas Mallau.
Perbedaan Produk Jurnalistik dan Produk non Jurnalistik
Mallau menjelaskan, berdasarkan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers, yang dimaksud produk jurnalistik (produk pers) harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:
1) Berita tersebut harus dikeluarkan oleh perusahaan pers. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 1 ayat 2, dimana yang dimaksud perusahaan pers adalah:
“Badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi”.
Juga secara jelasnya kewajiban ini diatur di dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 pada pasal 9 ayat 2 yang berbunyi:
“Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia”.
“Artinya pers itu harus berbentuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas (PT). Dan ketika sebuah media cetak atau media elektronik tidak berbadan hukum, maka tidak bisa dikategorikan perusahaan pers. Dan produk berita yang dihasilkan juga tidak layak disebut produk pers,” ujar Mallau.