Beberapa sumber lain menyatakan bahwa bentuk paling awal kebaya berasal dari istana Kerajaan Majapahit yang dikenakan para permaisuri atau selir raja.
Hal ini sebagai sarana untuk memadukan pakaian kemben perempuan yang sudah ada, yaitu kain pembebat dan penutup dada perempuan bangsawan menjadi lebih sopan dan dapat diterima.
Sebelum adanya pengaruh Islam, masyarakat Jawa pada abad ke-9 telah mengenal beberapa istilah untuk mendeskripsikan jenis pakaian, seperti kulambi (bahasa Jawa: klambi, baju), sarwul (bahasa Jawa: sruwal, celana), dan ken (kain atau kain panjang yang dililit di pinggang).
Baca Juga:Kondisi Terkini Eks PM Pakistan Imran Khan Usai Ditembak dalam Aksi Demo di KarachiRivalitas Bagnaia dan Quartararo Terekam Sejak MotoGP Qatar, Penentuan Juara di Sirkuit Ricardo Tarmo Valencia
Lalu sekitar tahun 1500-1600, di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang dikenakan keluarga kerajaan Jawa saja.
Kebaya juga menjadi pakaian yang dikenakan keluarga Kesultanan Cirebon, Kesultanan Mataram dan penerusnya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Selama masa kendali Belanda di pulau itu, wanita-wanita Eropa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi.
Selama masa ini, kebaya diubah dari hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni.
Ada sebuah pakaian mirip kebaya, ini disebut “nyonya kebaya” dan awalnya pakaian ini diciptakan oleh orang-orang Peranakan dari Melaka.
Mereka mengenakannya dengan sarung dan sepatu cantik bermanik-manik yang disebut “kasut manek”.
Kini, nyonya kebaya sedang mengalami pembaharuan, dan juga terkenal di antara wanita non-Asia.
Baca Juga:Mayat Pria yang Sudah Membusuk Ditemukan Warga di Dalam Sumur di Curug TangerangWanita Kebaya Merah Diduga Terindikasi Melecehkan Agama, Sengaja Kenakan Pakaian Adat Bali?
Variasi kebaya yang lain juga digunakan keturunan Tionghoa Indonesia di Cirebon, Pekalongan, Semarang, Lasem, Tuban, dan Surabaya.
Kebaya Goes to UNESCO
Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan, dan Hak Asasi Manusia, Kantor Staf Presiden Republik Indonesia Jaleswari Pramodharwardani mengapresiasi antusiasme komunitas dalam mendukung kampanye Kebaya Goes to UNESCO.
Kebaya Goes to UNESCO merupakan kampanye yang diselenggarakan oleh para komunitas pecinta kebaya.
Para komunitas berupaya mendorong masuknya kebaya sebagai warisan budaya tak benda di Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Bagi seorang perempuan, berkebaya tidak saja untuk mengartikulasikan dirinya melalui pakaian,” kata Jaleswari seperti dilansir Antara.