” Menurut saya bukan lebih enak lagi, tapi lebih sehat. Karena makanan enak belum tentu sehat,” ujarnya.
Selain itu Memo mengatakan, kalau berbicara idiologi tak harus melulu soal Pancasila, tapi dalam hal pangan pun menurutnya wajib beridiologi. Dalam arti harus cinta terhadap produk sendiri.
” Harapan ke depan, masyarakat harus sadar bahwa makanan kita ini lebih baik,” ujarnya.
Baca Juga:Hore, 1,1 Juta Hektar Hutan yang Dikelola Perhutani Akan Diambil Alih Negara dan Akan Dikelola Bersama MasyarakatBelantara Ampuh Indonesia Siapkan Masyarakat Hadapi Pengelolaan Perhutanan Sosial
Dalam hal ini Memo menegaskan bahwa Ia tidak menentang adanya makanan luar negeri. Namun faktanya dengan berdirinya makanan luar negeri, banyak membawa dampak buruk terhadap ekonomi nasional.
Contoh kecilnya adalah dalam hal peredaran uang. Jika masyarakat lebih suka belanja makanan luar negeri, uang rupiah akan diserap ke luar negeri dan itu sangat merugikan negara.
” Bayangkan makanan luar, uang kita ditarik karena mereka orang luar. Terus makanan kita ditinggal,” katanya.
Memo mengatakan, terkadang masyarakat kita ini lebih tertarik atau tertipu dengan nama yang keren. Contohnya ketika mendengar makanan luar negeri ada salad seoalah keren. Padahal produk lokal juga ada yang serupa dengan salad, yaitu lotek.
Lotek ini kualitas dan rasanya jauh lebih baik dan lebih bergizi.
Ketua DPC PDI Perjuangan Garut, Yudha Puja Turnawan mengatakan, dari arahan DPP maupun DPD PDI Perjuangan, dalam program diversifikasi pangan ini harus diutamakan produk lokal sebagai alternatif.
Diversifikasi pangan ini menurut Yudha, merupakan upaya pemerintah untuk bangkit dari stagnasi ekonomi pasca pandemi. Sehingga pemerintah mengharapkan tidak mesti selalu impor beras.
Baca Juga:Lambungkan Image Teh Indonesia di Mata Dunia, BRI Dukung UMKM Sila Tea di Pasar Tong Tong BelandaPetani Garut Dapat Sosialisasi Penguatan Akselerasi Ekspor dalam Mendukung Gratieks
Karena itu diupayakan mencari alternatif pangan lokal yang nilai karbohidratnya sama dengan beras.(fer)