Dalam menangani pasien, Alabi mengenakan setelan hazmat putih, topi bedah, masker wajah, dan pelindung wajah.
Hanya dengan berpakaian seperti ini dia dapat memasuki ‘zona merah’, sebutan bangsal isolasi untuk pasien yang sangat menular.
Tak hanya itu, Alabi juga menggunakan sepatu bot karet yang didesinfeksi dan dua pasang sarung tangan bedah.
Baca Juga:Manchester United Menang 2-1 Atas LiverpoolSebagai Pelatih Persib,Luis Millla Bawa Dua Asisten
“Kami menganggap virus ini sangat serius. Sangat menular sehingga kami hanya diizinkan masuk ke bangsal dengan APD lengkap,” kata Alabi.
Meskipun kehadirannya tersebar luas di Afrika Barat, penyakit ini masih sedikit diketahui di sebagian besar dunia.
Virus ini ditemukan pada tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria utara, sekitar 1.000 km (621 mil) dari Owo.
Sejak itu, telah menjadi endemik di setidaknya lima negara di Afrika Barat.
Nigeria, negara terpadat di Afrika, mencatat jumlah kasus tertinggi, hingga 1.000 per tahun. Tahun ini, pada bulan Januari saja, Nigeria mencatat 211 kasus yang dikonfirmasi, dimana 40 pasien meninggal.
Penyakit ini cenderung menyerang di daerah pedesaan yang miskin dan makanan yang terkontaminasi dengan kotoran tikus atau urin sering menjadi sumber infeksi.
Hewan buruan, yang dikenal secara lokal sebagai daging hewan liar, juga dapat tercemar jika hewan yang disembelih telah bersentuhan dengan hewan pengerat.
Baca Juga:Inilah Ucapan Perpisahan Casemiro Saat Berpisah Dengan Real MadridPerayaan HUT RI – Pemprov Jabar di P3D Semarak
Tikus sering masuk ke rumah orang untuk mencari makan saat hujan berhenti dan itulah yang membuat demam Lassa biasanya memuncak di musim kemarau Nigeria, dari November hingga April, meskipun kasusnya tetap ada sepanjang tahun.
Dilansir dari aljazeera.com, hingga saat ini, tidak ada obat atau vaksin yang terbukti melindungi terhadap demam Lassa, kata Olayinka.
Saat ini, satu-satunya obat yang digunakan untuk melawan demam Lassa adalah ribavirin, obat antivirus yang biasa digunakan untuk mengobati Hepatitis C.
Tetapi efektivitasnya terhadap virus Lassa belum diteliti secara menyeluruh, dan studi pra-klinis dan uji klinis yang mahal diperlukan untuk membuktikan kemanjurannya. (Radarcirebon)/(MG2)