Penulis :
H. Sariat Arifia (Pengurus Bidang Budaya IPSI JABAR 2022-2026)
Menyongsong 77 tahun Indonesia merdeka, Indonesia dihadapkan dengan besarnya gelombang tantangan yang ada di depan mata. Pasca Covid 19, Indonesia akan menghadapi stagnasi ekonomi dunia, ancaman krisis pangan dan juga perubahan iklim dunia. Presiden Jokowi bahkan sudah mendapat bisikan dari para pemimpin PBB dan IMF bahwa tahun depan, 2023, tahun gelap! (Jokowi, 5 Agustus 2022)
Namun sama seperti masa masa sebelumnya, rasa optimisme bahwa Indonesia yang kini telah berusia 77 tahun akan mampu mengatasi semua tantangan itu terus di gelorakan, kita meyakini bahwa kita adalah bangsa yang dinamis, luwes dan mampu bersatu bersinergi dalam menghadapi tantangan global.
Tidak hanya sampai di situ, malah, Pemerintah Indonesia memberi tagline di tengah ulang tahun ke 77 Indonesia, yakni pulih lebih cepat bangkit lebih kuat. Kata kata ini memiliki dua kata kunci yakni kecepatan dan kekuatan.
Baca Juga:Berkas Penting Kaitan BOP dan Pokir DPRD Garut Diamankan Kejaksaan dalam 2 KoperMakin Kompak, Parpol Koalisi Indonesia Bersatu Daftar ke KPU
Kecepatan dan kekuatan, di dalam dunia pencak Silat, adalah dua unsur yang terus menerus dilatih, secara konsisten. Tidak ada organisasi yang lebih baik dalam mendidik kader kadernya dalam kecepatan atau bisa dikatakan sebagai ketajaman reaksi dan juga kekuatan selain dari perguruan perguruan Pencak Silat. Kecepatan dan kekuatan adalah dua unsur mutlak yang di miliki oleh para pendekar.
Kecepatan sudah lama di kenal para pesilat Sunda, secara tradisi mereka menyebut pencak silat dengan istilah Maenpo. “Maen Anu tara mere Tempo”. Istilah ini lahir karena sangat menonjolnya unsur kecepatan dan ketepatan dalam Gerakan maenpo (Muhammad Rafijen, Maenpo Peupuhan Adung Rais).
Maen Anu tara mere tempo, tidak boleh sedetikpun kita memberikan peluang bagi ancaman yang akan membahayakan bagi diri kita, untuk bisa ada. Kalau kita sudah mengetahui dunia akan di landa kegelapan, bahaya kelangkaan pangan, maka menjadi kewajiban bagi para pendekar bangsa Indonesia, untuk terus menyalakan cahaya, memberi pelita, agar tidak boleh satu detikpun kegelapan itu terjadi. Kalau memang ada bahaya kurang pangan, maka dari sekarang tidak boleh satu detikpun berhenti menabung agar kekurangan itu tidak terjadi.