Selain itu, menguatnya kapasitas output di berbagai sektor turut mendorong peningkatan nilai ekspor Indonesia. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia periode Januari-Juni 2022 bahkan telah mencapai US$141,07 miliar atau tumbuh sebesar 37,11% (ctc).
Pencapaian di sisi ekspor ini menjadi penopang neraca perdagangan Indonesia yang secara konsisten telah mengalami surplus selama 26 bulan beruntun.
“Pemerintah akan terus mendorong bangkitnya aktivitas produksi, khususnya pada sektor-sektor yang memiliki dampak pengganda yang besar. Selain itu, penyederhanaan berbagai regulasi juga terus diupayakan sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia,” kata Menko Airlangga.
Baca Juga:Otak Brigadir J Pindah ke Perut,Hasil Autopsi Ulang Dibongkar Kuasa Hukum!Padi Kewal Dikenal Jadi Makanan Kesukaan Para Sultan Banten, Terancam Punah, BRIN Lakukan Riset
Berbagai indikator makroekonomi yang semakin membaik menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi berbagai negara. Hingga Triwulan II 2022, realisasi investasi telah mencapai Rp302,2 triliun atau meningkat 35,5% (yoy), dan menciptakan lapangan kerja untuk sebanyak 320.534 Tenaga Kerja Indonesia.
Capaian investasi ini, terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp163,2 triliun atau tumbuh 39,7% (yoy) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp138 triliun dengan pertumbuhan sebesar 30,8% (yoy).
Tantangan muncul dari kenaikan harga bahan baku internasional, sebagai dampak inflasi global. Namun demikian, inflasi Indonesia masih relatif terjaga di tengah peningkatan inflasi signifikan di berbagai negara. Pada Juli 2022, inflasi tercatat sebesar 0,64% (mtm), 3,85% (ytd) dan 4,94% (yoy).
Inflasi Juli terutama disumbang oleh kenaikan harga cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, dan cabai rawit.
Selain itu, inflasi inti juga tercatat naik menjadi 2,86% (yoy), lebih tinggi dari sebelumnya sebesar 2,63% (yoy), dan ini menggambarkan bahwa fundamental ekonomi masih stabil.
Inflasi akibat krisis energi global dapat diredam dampaknya melalui kebijakan subsidi Pemerintah, sementara inflasi pangan lebih disebabkan oleh gangguan suplai domestik pada komoditas volatile food akibat kondisi cuaca.
Untuk mengantisipasi hal ini, Pemerintah telah menyusun pedoman langkah-langkah responsif antara lain yaitu (i) Menjaga keterjangkauan harga pangan melalui kegiatan operasi pasar, (ii) Meningkatkan pasokan komoditas pangan, melalui peningkatan produktivitas, (iii) Perampingan distribusi pasokan komoditas pangan, (iv) Melakukan komunikasi efektif untuk membentuk ekspektasi masyarakat atas harga, (v) Melaksanakan kerja sama daerah untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan pangan pokok, serta (vi) Mendukung terciptanya ekosistem stabilitas harga dengan menjaga keseimbangan sisi pasokan dan permintaan.