JAKARTA – Direktorat Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri akhirnya menetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar sebagai tersangka dalam kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT), Senin 25 Juli.
Ahyudin diketahui merupakan merupakan mantan Presiden ACT, sementara Ibnu Khajar kini duduk sebagai Presiden ACT.
Bareskrim Polri juga dalam perkembangannya menetapkan dua tersangka lain yaitu HH dan NIA.
Baca Juga:Prioritaskan Pemulihan Sarana Penunjang Pendidikan, Kesehatan dan EkonomiBencana Harus Menjadi Bahan Renungan
Dittipideksus memastikan proses penyidikan dalam kasus ini terus berjalan, jika dimungkinkan ada temuan baru, beberapa saksi lain juga akan dihadirkan dalam kasus ini.
“Sementara baru 4 orang (A, IK, HH dan NIA) yang kita tetapkan dalam kasus dugaan dana ACT. Progresnya nanti akan disampaikan,” terang Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf dalam keterangannya, Senin 25 Juli 2022 seperti dikutip disway.
Helfi juga menjelaskan dalam jumpa pers di gedung Humas Polri, Jakarta Selatan itu bahwa pihaknya saat ini fokus pada pengusutan dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial.
“Ini lebih awal prosesnya atas dasar permintaan dari para ahli waris korban. Dana tersebut awalnya diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan,” ungkap Helfi Assegaf.
Berapa besaran dari kompensasi tersebut? Helfi menjelaskan untuk kompensasi tragedi kecelakaan Boeing berupa santunan.
Ada 2 bentuk yang diserahkan, pertama uang tunai kepada para ahli waris. Besarannya masing-masing sebesar USD144.500 atau sebesar Rp 2,06 miliar sedangkan yang kedua bantuan non tunai dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) ACT.
“Dugaan awal dana ini tidak dikelola dengan baik. Dengan kata lain tidak transparan dan ada unsur penyimpangan,” jelasnya.
Baca Juga:Bus Pariwisata Terguling ke Jurang di Cilegok, Satu Penumpang TewasPolisi Ungkap Fakta Dari Hasil Visum Anak yang di Rantai Ortunya
Parahnya lagi kata Helfi, dana CSR itu digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi ACT.
Dalam perkara dana dugaan penyelewengan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Bareskrim Polri menetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar dengan beberapa 2 pasal berlapis.
Pasal 372 jo 372 KUHP atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.