BANDUNG – Pasca divonisnya Herry Wirawan dengan hukuman mati, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menegaskan bahwa hukuman mati bukanlah merupakan solusi bagi korban kekerasan seksual.
Maidina mengatakan bahwa hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual, justru akan menggeser fokus negara kepada hal yang tidak lebih penting dari korban.
Kata Maidina, tidak ada satupun bukti ilmiah yang menyebut bahwa pidana mati dapat menyebabkan efek jera, termasuk kasus perkosaan.
Baca Juga:Hukuman Mati Bagi Herry Wirawan Karena Hakim Menilai Kejahatan yang Sangat SeriusDuit Rp1 Miliar Ibu Indra Kenz Disita Polisi
“Meskipun pelaku perkosaan dan kekerasan seksual lain harus dimintai tanggung jawab, hukuman mati dan penyiksaan bukanlah solusinya,” kata Maidina dikutip, Senin, 4 April 2022.
Menurutnya, dalam putusan ini, hakim menyatakan bahwa restitusi dijatuhkan sebagai upaya memberikan efek jera kepada pelaku.
Padahal, restitusi seharusnya diposisikan di dalam diskursus hak korban, bukan penghukuman terhadap pelaku.
“Jika mengikuti logika berpikir ini, hakim akan menghadapi pembatasan di dalam Pasal 67 KUHP, yang melarang penjatuhan pidana tambahan lain kepada terdakwa yang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup,” kata Maidina.
Hal ini yang di dalam putusan lalu menjadi masalah bagi hakim di tingkat pertama bahwa ketika hukuman yang maksimal sudah diberikan kepada pelaku, hukuman lain tidak dapat dijatuhkan.
Maka dari itu, tutur Maidina, untuk mengatasi kekacauan ini, seharusnya hukuman mati tidak boleh dijatuhkan di dalam kasus apa pun, khususnya kekerasan seksual, dalam hal ini korban membutuhkan restitusi untuk mendukung pemulihannya.
“ICJR memahami bahwa kasus ini menyulut kemarahan yang besar bagi publik. Meski demikian, kemarahan publik bukanlah hal yang seharusnya menjadi fokus utama pada pemberian keadilan bagi korban,” ucapnya.
Baca Juga:BEM IPI Buka Seminar Nasional Indonesia RecoveryBupati Garut Larang ASN Bukber di Restoran
Fokus utama aparat penegak hukum seharusnya terhadap korban, dan bukan kepada pelaku.
Pengadilan yang saat ini sudah memiliki pedoman mengadili perkara perempuan harus mulai berpikir progresif dengan memikirkan kebutuhan korban.
“Tidak hanya terjebak pada kemarahan pribadi yang tidak akan menolong korban sama sekali,” kata Maidina.
Pernyataan tersebut dia sampaikan sebagai tanggapan atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang menerima banding oleh jaksa dalam kasus Herry Wirawan, dan menjatuhkan pidana mati sebagaimana yang dituntut oleh jaksa penuntut umum di tingkat pertama.