AHLI kesehatan menemukan korelasi antara covid-19 dengan penyakit jantung atau paru-paru.
Paparan covid-19 ini menurut ahli dinilai bisa menimbulkan penyakit jangka panjang.
Penyakit jangka panjang yang dimaksud adalah risiko penyakit jantung di kemudian hari.
Baca Juga:Rara Pawang Hujan Mengatakan Ada AC Besar di Langit: Remotnya Aku yang PegangMaskapai China Airlines Klarifikasi Pemberitaan Pesawat Jatuh
Menurut ahli, via The Sun, mereka yang pernah kena COVID , punya risiko lebih tinggi terkena penyakit jantung, ketimbang mereka yang tidak pernah sama sekali terkena.
Temuan ini berdasarkan data dari 153 ribu orang di AS, yang dinyatakan sembuh dari COVID, kebanyakan dari mereka adalah pria.
Dari situ, diketahui bahwa para penyintas COVID, melaporkan beberapa masalah pada jantung mereka, yang sebelumnya tidak pernah dikeluhkan sebelum terpapar corona.
Ada pun berikut ini temuan para ahli, terkait efek paparan corona kepada jantung manusia yang ditemukan dalam studi tersebut:
• Gagal jantung: 12 dari 100 ribu kasus
• Masalah pada irama jantung (atrial fibrillation): 11 kasus
• Pembekuan darah: 10 kasus
• Penyakit jantung koroner: 5 kasus
• Serangan jantung: 3 kasus
Menurut para ahli, masalah jantung yang muncul pada mereka eks pasien COVID, juga ditemukan pada mereka yang sembuh tanpa perawatan RS atau isoman.
Masalah jantung sendiri merupakan salah satu efek dari COVID berkepanjangan, di mana gejala tak kunjung hilang, meski dalam hitungan bulan, bahkan tahunan.
Baca Juga:Inggris Kirim Senjata Bantu UkrainaWarga Garut Ada yang Dukung Jokowi 3 Periode
Namun memang diakui, semakin parah kondisinya kala COVID dulu, maka semakin tinggi risiko mereka bermasalah dengan jantungnya di kemudian hari.
Jika mereka yang pernah kena COVID hanya dua kali lipat, berpotensi alami emboli paru, mereka yang harus di rawat di ICU, 21 kali lipat lebih berpotensi bermasalah dengan paru-parunya.
Emboli paru adalah kondisi di mana darah beku, mengalir menuju area lain pada tubuh, seperti dari kaki menuju paru-paru. Kondisi ini punya potensi fatal.
Karena studi ini dirilis sebelum vaksin COVID tersedia, para ahli juga menambahkan, konklusi dari temuan ini bisa saja berubah, lataran kini manusia sudah terlindungi oleh vaksin COVID.(fin)