GARUT – Salah seorang peserta Aliansi Masyarakat Garut Anti Radikalisme dan Intoleransi (ALMAGARI) di gedung DPRD Garut membuat pengakuan yang mengejutkan tentang NII (Negara Islam Indonesia). Peserta Almagari yang diketahui bernama Engkus Kusnadi itu merupakan mantan dari pengikut NII.
Sekarang ini Engkus sudah taubat dari ajaran NII. Ia pun mengungkapkan sejumlah keyakinan dari NII yang sangat menyimpang dan jauh dari ajaran Islam. Padahal selama ini NII sendiri selalu menggembor-gemborkan menegakkan syariat Islam, namun rupanya ajaran NII sangat jauh berbeda dengan syariat Islam.
Diantara keyakinan sesat NII menurut Engkus yaitu, bahwa sholat jumat tidak wajib dilakukan bagi pengikut NII. Dengan alasan bahwa sekarang ini masih tinggal di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menurut mereka belum futuh (belum dibebaskan).
Baca Juga:Monyet Liar Serang Perkampungan Warga Cigasong GarutKetua MUI Garut Mengaku Kesal, Pemkab Garut Lamban dalam Respon Pemberantasan NII
NKRI yang dianggap belum futuh atau belum dibebaskan dari kekafiran, sehingga tidak wajib untuk melaksanakan sholat jumat di negara yang masih kafir.
Tak hanya itu, menurut Engkus, sesoleh apapun seorang ulama, kiyai atau ustadz, jika belum berbaiat pada pimpinan NII, maka masih dianggap kafir.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, menurut Engkus, perbuatan dosa seperti mencuri dibolehkan jika hal itu dilakukan terhadap bukan pengikut NII. Karena harta dari golongan di luar NII, dianggap sebagai ghonimah atau rampasan perang.
“Mencuri boleh, asal jangan di golongannya. Karena itu harta Ghonimah, boleh diambil namun mereka tidak mau dihukum dengan hukuman Islam,” kata Engkus saat berbicara di gedung DPRD Garut, Rabu (5/1/22).
Engkus juga merasa aneh dan kesal dengan NII yang kerap menggembor-gemborkan tentang hukuman Islam. Namun, pada dasarnya pengikut ajaran ini juga tidak mau untuk dihukum secara hukum Islam.
Tak kalah parahnya, menurut Engkus, ada keyakinan lain dari NII yang menyimpang, yaitu tentang penebusan dosa. Menurut keyakinan pengikut NII, bagi yang melakukan dosa besar bisa menebus dosa dengan cara membayar uang tebusan sesuai tarif yang dipasang oleh pemimpinnya.