GARUT – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut KH Sirodjul Munir merasa kesal kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Garut terkait dengan kasus NII (Negara Islam Indonesia).
KH Sirodjul Munir yang hadir dalam aksi Aliansi Masyarakat Garut Anti Radikalisme dan Intoleransi (Almagari) di gedung DPRD Garut Rabu (5/1/22) menyampaikan, bahwa MUI sudah pernah mengundang Pemkab Garut ke kantor MUI untuk membicarakan masalah NII. Namun rupanya tidak mendapatkan respon yang baik.
“Baru mendapatkan respon yang positif setelah terjadinya kasus NII di kelurahan Sukamentri, yang menanganinya MUI kelurahan sukamentri,” kata Sirodjul Munir saat berbicara kepada semua pihak yang hadir di Gedung DPRD dalam aksi tuntutan Almagari.
Baca Juga:ALMAGARI Geruduk Gedung DPRD Garut, Tuntut Berantas Gerakan Radikalisme dan IntoleransiHabib Bahar Ditahan, Ichwan Tuankotta: Ditersangkakan Atas Penyebaran Berita Bohong Terkait Anggota Lasar FPI Yang Dibunuh Di KM 50 Tol Cikampek 2020 lalu.
Menurutnya kasus yang terjadi di Kelurahan Sukamentri yang sempat menghebohkan warga Garut ini belum sepenuhnya tuntas sampai sekarang.
“Bahkan dari informasi, si korban yang sudah menyatakan kembali ke NKRI, tapi kembali lagi ke NII. Karena tidak ada pembinaan yang maksimal,” katanya.
Kemudian KH Sirodjul Munir juga menyoroti pembentukan satgas untuk memberantas NII. Dimana MUI Kabupaten Garut beserta Bupati dan Organisasi Masyarakat bersosialisasi ke sebuah tempat, dan terbentuklah Satgas. Namun masalahnya SK satgas yang dijanjikan tuntas 3 minggu namun terealisasi 3 bulan setelahnya.
Sirojul Munir mengaku bangga atas dibentuknya satgas tersebut. Namun, dia juga menyayangkan kinerja dari Satgas ini sangat lamban dalam memberantas paham radikal ini.
Satgas ini menurutnya tak mampu membendung penyebaran NII yang begitu pesat terutama di daerah selatan Garut.
Bahkan, keberadaan kelompok ini sudah memiliki sekolah, pesantren yang mempunyai ratusan murid, bahkan sudah memiliki struktur ekonomi yang sangat kuat.
Struktur ekonomi paham radikal ini sangat kuat, karena seperti contoh di suatu Kecamatan di Kabupaten Garut, kelompok ini bisa menghimpun dana dari infaq diantaranya sebesar Rp 250 juta sampai Rp1 miliar per desa di kecamatan itu. (cat)