GARUT – Pelaku usaha peternak ayam petelur menuntut regulasi yang jelas dari Pemerintah Kabupaten Garut. Tuntutan itu menyusul harga telur yang hingga kini anjlok sehinga merugikan peternak.
“Perubahan nasib usaha. Harga telur ayam ras masih rendah, sementara harga pakan jagung semakin tinggi,” ujar Paguyuban Peternak Ayam Petelur Garut (PPAPG), Hendra Permana.
Menurutnya penyebab harga telur yang terus turun adalah karena adanya penawaran tinggi (stok yang berlebih) Sementara tidak diimbangi dengan bertambahnya permintaan barang. Ketidakseimbangan tersebut menurutnya membuat harga semakin anjlok.
Baca Juga:Diharapkan Mendorong Eksposur Pariwisata Indonesia, Airlangga Tinjau Persiapan WSBK di KEK MandalikaDesa Keresek Sediakan Odong-odong Jemput Warga Untuk Vaksinasi Covid-19
Sementara menurut Hendra, BPS merilis terjadi deflasi pada September 2021 sebesar 0,04 persen. Salah satu penyebabnya adalah penurunan harga telur ayam.
” Secara umum, telur termasuk dalam kelompok makanan, minuman, tembakau yang mengalami deflasi -0,47 persen, dan memberikan andil deflasi nasional sebesar -0,12 persen.14/10/2021,” jelasnya.
Menurut Hendra, penurunan harga telur dan kenaikan harga jagung secara bersamaan adalah kombinasi yang menyudutkan peternak. Jika diibaratkan manusia, jagung adalah beras/makanan pokok bagi ayam petelur.
Tanaman serelia ini mengandung 70% karbohidrat, 10% protein, dan 5% lemak. Mudah dicerna unggas karena mempunyai kandungan pati sebanyak 60-80%. Dalam komposisi pakan ayam, jagung mendominasi sebanyak ±50 persen, selebihnya adalah konsentrat, bekatul, dan bahan campuran lainnya.
Kementerian Pertanian sebagai lembaga yang menangani data jagung menyatakan bahwa mahalnya harga jagung terjadi karena masalah distribusi. Masih tersedia stok jagung sebanyak 2,37 juta ton. (jem)