GARUT – Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Garut melihat adanya masalah dalam penyaluran bantuan sosial dari Pemerintah. Seperti diantaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Pangan non tunai (BPNT), Bantuan Langsung tunai dana Desa.
Ramdan, Ketua GPM Garut menyebut, bantuan sosial ini ada yang kurang efektif dan tidak tepat sasaran.
“Semarawutnya masalah penyaluran bansos yang terjadi di lapangan merupakan kurang profesional tenaga Puskesos (Pusat Kesejahteraan Sosial), sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan SLRT (Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu) di Desa/Kelurahan,” tuding Ramdan.
Baca Juga:Airlangga: Refocusing Anggaran Berperan Penting dalam Penanganan PandemiWarga Kampung Sukahejo Kesulitan Air Bersih
Puskeskos ini menurutnya bertanggung jawab dalam melakukan pemutakhiran DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang secara rutin harus diverifikasi dan divalidasi empat kali dalam setahun.
” Namun pada pelaksanaannya kami masih banyak menemukan data ganda dan salah sasaran KPM (Keluarga Penerima Manfaat. Seringkali persoalan penyaluran bansos ini saling tuding dari dari pusat sampai daerah,” ujarnya.
Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 tahun 2018 tentang Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu menggunakan satu sistem informasi SIKS-NG yaitu suatu sistem informasi yang terdiri dari beberapa komponen yaitu pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan diseminasi data kesejahteraan sosial terpadu yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkesinambungan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
“Seharusnya dengan sistem tersebut bisa lebih mudah dalam melaksanakan penyaluran bansos, namun fakta dilapangan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki,” Ucap Ramdan.
“Jika bantuan dari pemerintah saat ini kenyataannya masih banyak tidak tepat sasaran dan itu terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, Kurangnya profesionalitas petugas, Data yang dianggap masih belum terintegrasi dengan NIK, meskipun agustus tahun lalu data NIK diklaim pemerintah pusat sudah terintegrasi dengan data kependudukan tetapi faktanya beberapa laporan yang masuk memang membuktikan belum sepenuhnya terintegrasi. Serta masih lemahnya koordinasi dan verifikasi faktual dalam pemuktahiran data antara tiap stake holder terkait,” sebutnya.
Bahkan di beberapa daerah adanya temuan data penerima manfaat (KPM) yang sudah meninggal dunia, tetapi masih terdata sebagai penerima manfaat, ini bisa menjadi peluang penyelewengan.