Dalam kunjungannya, tim dari Jamkrindo melihat aktivitas relawan Masyarakat Peduli Lingkungan (MPL) dan rumah sampah di Loji, Desa Keresek, Kecamatan Cibatu; MPL Pasir Waru, Desa Pasir Waru, Kecamatan Limbangan; dan MPL Kampung Warung, Kecamatan Sukawening.
Kegiatan dari MPL dan rumah sampah ini antara lain mengumpulkan dan memilah sampah plastik, pengolahan sampah plastik, pembuatan paving block dari limbah plastik, serta pembuatan kerajinan dari bungkus kopi instan.
Tim Jamkrindo juga berkesempatan melihat relawan MPL belajar membuat media tanam di polybag untuk budidaya stroberi di rintisan Rumah Semai Salarea.
Baca Juga:Bupati dan Anggota DRPD Garut Berikan Doorprize dalam Vaksinasi di KadungoraKasus Swab Antigen Bekas Segera Disidang
“Tahap awal yang akan dikembangkan di rumah semai adalah stroberi. Kebetulan di komunitas MPL ada anggota yang tanam stroberi, yaitu pak Kris [Krisuwanto Basuki). Nantinya, Pak Kris ini menjadi pendamping dan mengajari para relawan MPL budidaya stroberi,” ujar Pendiri Salarea Foundation, Dadan M Ramdan.
Kris berharap, warga di lingkungan Loji bisa secara mandiri menanam stroberi dengan memanfaatkan pekarangan rumah lewat media pot atau polybag.
“Kami ingin menghijaukan lingkungan warga dengan buah stroberi. Setelah saya coba tanam, cocok juga di Cibatu,” tuturnya.
Hal senada diutarakan Asep, Wakil Kepala Sekolah SMA PGRI Cibatu. “Kami sangat mengapresiasi kehadiran rumah sampah dan rencana pembuatan rumah semai di sekitar lingkungan sekolah. Ini bentuk kolaborasi yang apik antara pihak swasta, lembaga penggiat lingkungan, masyarakat dan warga sekolah dalam pemberdayaan dan program peduli lingkungan. Rumah sampah dan rumah semai akan menjadi bagian kegiatan ekstrakurikuler di sekolah kami,” ujarnya.
Menurut Dadan, rumah semai juga dipersiapkan untuk tempat pembibitan kopi berhubung banyak petani yang membutuhkan bibit kopi berkualitas guna meningkatkan produktivitas.
Kemudian, rumah semai juga berperan dalam pembibitan tanaman konservasi bagi program rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) di Garut, sekaligus memproduksi pupuk kompos atau organik dengan memberdayakan relawan MPL dan rumah sampah.
Sedangkan, tanaman yang dipilih untuk konservasi ini adalah kelapa dan bambu, dengan pertimbangan selain punya nilai ekonomis juga akarnya baik untuk menahan erosi.