GARUT, JAKARTA– Pemerintah berencana menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sembako khusunya beras, jagung, garam dan telur. Meskipun baru dalam perencanaan, namun wacana ini telah menjadi polemik di sejumlah kalangan. PPN ini dianggap menyusahkan rakyat kecil.
Politikus Partai Demokrat, Amal Alghozali menilai, kebijakan itu dikeluarkan lantaran negara sedang dalam kesulitan.
“Tidak perlu pandai-pandai amat dan tidak harus menjadi pejabat tinggi negara untuk memahami mengapa pemerintah mengajukan rencana perubahan UU pajak yang di dalamnya termasuk mengatur PPN ini. Intinya negara sedang sulit. Semua paham ini. Pemerintah cari jalan agar dapat uang secar mudah,” kata Amal Alghazoli lewat keterangannya, dikutip Sabtu (12/6).
Baca Juga:Miris! Timnas Indonesia Dibantai UEA Langsung jadi Lumbung GolAwas Surat Palsu Pengangkatan Honorer Jadi PNS
Amal mengatakan, rakyat pun telah memahami kondisi yang tengah dihadapi pemerintah. Apalagi banyak instrumen hukum dan politik anggaran yang sudah disahkan DPR yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk melakukan apa saja ketika kondisi sedang sulit seperti sekarang. “Banyak hal bisa dijadikan pembenaran,” katanya menambahkan.
Amal Alghazoli menilai, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani seharusnya punya cara yang lebih kreatif untuk menambah pendapat negara. Bukan malah mengeluarkan kebijakan yang menyusahkan rakyat kecil.
“Apa tidak ada cara yg lebih kreatif dalam mencari uang dan rakyat merasa asyik?” katanya.
Amal melanjutkan, beras adalah inflator. Artinya harga beras berpengaruh pada inflasi. Menurutnya, kenaikan inflasi berpengaruh pada jumlah penduduk miskin. Hal inilah yang selalu dipakai pemerintah menekan petani. Tentu petani kalah dan mengalah.
“Ketika beras nanti dikenakan PPN, entah seperti apapun mekanismenya, pasti harga di pasar akan naik. Ujungnya pedagang akan menekan harga di tingkat petani agar mereka dapat margin. Di sinilah permainan akan dimulai,” kata dia.
Dikatakannya, pada saat harga beras di tingkat eceran naik, otomatis inflasi naik. Para pemburu rente (oknum regulator, pedagang dan legislator) mendapatkan justifikasi untuk memutuskan impor beras.
“Setelah keputusan impor disetujui dgn segala pembenarannya, sebagian orang berpesta. 26 juta rumah tangga petani menderita. Impor beras ini baru diumumkan saja, harga di tingkat petani sudah jatuh. Apalagi ketika impor sudah dilaksanakan. Sempurna sudah penderitaan petani,” jelasnya.