GARUT – Raibnya sejumlah nama penerima bantuan sosial tunai (BST) periode Maret-April disorot DPR. Anggota Komisi VIII DPR dari Lisda Hendrajoni ikut mengecam tindakan tersebut. Lisda menilai hilangnya sejumlah nama itu terkesan sangat mendadak dan akan terjadi saling tuding di daerah yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pimpinan di daerah.
“Harus ada sosialisasi kepada masyarakat, sehingga nanti masyarakat paham kenapa namanya tidak lagi masuk dalam daftar penerima. Kalau mendadak seperti ini, akan menimbulkan konflik baru, yang berakibat terhadap kepercayaan masyarakat pada kepala daerah, bahkan hingga kepala desa,” ujar Lisda, lewat keterangan resmi yang diterima, Rabu (21/4).
Sebelumnya, tersiar kabar sebanyak 1.412 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BST pada salah satu kelurahan di Jakarta Barat, tidak lagi masuk ke dalam daftar penerima BST tahap tiga dan empat Maret dan April.
Baca Juga:Anggota DPRD Garut Ikut Gotong Royong Bersama Warga Bangun Rumah yang Nyaris AmbrukPulihkan Ekonomi, Kemendes PDTT Revitalisasi 52 Kawasan Transmigrasi
Meskipun Kementerian Sosial memastikan tidak ada pengurangan jumlah KPM program BST yang berakhir April 2021, namun ada penyesuaian data KPM BST dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kemensos.
“Kita memang meminta kementerian untuk melalukan pemutakhiran data, agar bantuan tepat sasaran, dan tepat guna. Tentu ada tahapan yang harus dilalui, terutama sosialisasi kepada masyarakat,” tegas Lisda.
Ia melanjutkan, upaya pemutakhiran data tersebut, sebetulnya cukup di apresiasi. Namun, terjadi sejumlah masalah persepsi sehingga tindakan yang diambil juga menjadi salah.
“Seharusnya ada pendataan ulang dengan membentuk klaster-klaster. Misalnya klaster A untuk masyarakat yang betul-betul butuh bantuan, klaster B yang sedang, dan klaster C untuk yang sudah membaik. Setiap tahapan tersebut juga terus disosialisasikan dan dievaluasi secara berkala, sehingga bisa dipantau efektivitas dari bantuan yang diterima,” jelasnya.
Dengan pendataan yang apik dan model klasterisasi itu, menurut Lisda, bisa diketahui seorang warga apakah masih membutuhkan bantuan jenis tertentu atau sudah bisa keluar dari kategori penerima bantuan.
“Jadi jangan dibikin masyarakat ini terkaget kaget, kemudian terlebih dadakan seperti ini, sementara keadaan lagi susah,” ujar Lisda. (khf/fin)