GARUT– Pemerintah Arab Saudi hingga saat ini belum memberikan kepastian apakah pelaksanaan ibadah haji tahun ini bisa digelar atau tidak. Tahun lalu, Pemerintah Indonesia tidak mengirimkan jamaah haji ke Arab Saudi karena pemerintah setempat tidak membuka akses masuk dari negara lain akibat pandemi Covid-19.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, dalam kondisi uzur syar’i, memang diperbolehkan untuk tidak melaksanakan kewajiban haji. “Apakah hari ini uzur syar’i Corona ini sudah hilang atau belum, ini masalahnya. Kalau lihat dari statistik, itu belum hilang,” kata Gus Jazil lewat keterangan resminya, Sabtu (10/4).
Gus Jazil berharap Kementerian Agama bisa melakukan lobi tingkat tinggi kepada Pemerintah Arab Saudi sehingga pelaksanaan haji tahun ini bisa digelar. Sebab, jika harus kembali ditiadakan seperti tahun lalu maka jumlah antrean calon jamaah akan semakin panjang.
Baca Juga:Gas LPG 3 kg di Garut Dipastikan Aman Selama Ramadhan, Pertamina Salurkan Extra PasokanRukyatul Hilal, Tim Observatorium Bosscha Bakal Menggelarnya Secara Tertutup
“Kepastian keberangkatan jemaah haji akan mempengaruhi persiapan yang dibutuhkan. Ingat, rombongan haji merupakan delegasi bangsa yang membawa nama baik negara, serta berpengaruh terhadap citra kita di tingkat internasional,” kata Gus Jazil.
Selain itu, pihaknya berharap Pemerintah RI bisa memperjuangkan kuota haji agar tidak dikurangi, meskipun Pemerintah Arab Saudi berencana memberlakukan pembatasan jumlah jamaah haji untuk melindungi keselamatan jamaah.
“Urusan haji ini adalah urusan diplomasi. Misalnya kuota itu urusannya diplomasi. Bapak Zainut (Zainut Tauhid Sa’adi) sebagai Wakil Menteri Agama dikatakan canggih jika kuotanya bertambah. Jadi ada sisi yang lain namanya sisi diplopatik antara Indonesia dengan Arab Saudi,” tutur Gus Jazil.
Dikatakan Gus Jazil, jika pembatasan yang dilakukan Arab Saudi misalnya dari kuota jamaah tahun lalu sebanyak 230.000, kemudian yang boleh berangkat tahun ini hanya 10 persen atau sekitar 23.000 jamaah saja, sebaiknya pelaksanaan ibadah haji tahun ini ditiadakan saja. Sebab, hal itu justru akan menimbulkan persoalan bagi calon jamaah haji dan pemerintah untuk menentukan siapa calon jamaah yang bisa diberangkatkan. “Tapi kalau masih 50 persen, itu masih bisa dipertimbangkan,” katanya. (khf/fin)