Menurutnya, uang negara dipakai oleh BUMD untuk bisnis tanpa mekanisme dan persetujuan DPRD Kabupaten Sumedang.
“Secara jelas yakni hasil keputusan Paripurna yang sudah sah dan terbit keputusannya. Padahal sumbernya jelas untuk pembangunan kepentingan umum atau sosial, ya siap siap Weh ngandang, karena PAD baru bisa menjadi modal BUMD jika DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) semuanya adalah fasilitas keuangan negara untuk publik non profit,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, mengenai polemik yang tengah terjadi terkait PT Kampung Makmur di Sumedang, Asep mengatakan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang melakukan kerjasama tersebut untuk membantu masyarakat.
Baca Juga:Sempat Diduga Terpapar Corona B117, Warga Pamengpeuk Dinyatakan SembuhPolisi Dalami Unsur Kelalaian dalam Insiden Truk di Karangpawitan
“Keuntungannya adalah sebesar-besarnya untuk masyarakat sekitar anggaran itu digulirkan dan digunakan, saya selaku masyarakat Sumedang yang dari awal melihat pemerintah Sumedang dalam melakukan investasi bersama PT Kampung Makmur, merasa lucu,” ucapnya.
Selanjutnya ujar Asep, bahwa program pemerintah bertujuan untuk membantu masyarakat.
“Jika dimanipulasi seolah-olah menjadi uang pribadi atau uang korporasi, yang bisa serta-merta digunakan sebagai aset investasi, ini menurut saya sudah salah kaprah dan berindikasi adanya penyalahgunaan wewenang dan kejahatan publik yang luar biasa,” imbuhnya.
Menurutnya, yang berhak adalah masyarakat desa setempat, dengan mendorong BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) membentuk BUMDesMa (Badan Usaha Milik Desa Masyarakat).
“Sehingga bisa memberikan kontribusi keseluruh desa yang terindikasi masuk dalam wilayah dampak dari bantuan pembangunan tersebut,” tegasnya.
Pembina Gelap Nyawang Nusantara itu mengingatkan, agar penegak hukum dapat mendalami terkait permasalahan yang terjadi
“Apakah bisa dana dari DIPA anggaran publik menjadi aset modal BUMD? Silahkan para penegak hukum untuk mendalaminya,” tutup Asep. (Mg6/wan)