GARUT – Kerajinan nyiru dan ayakan di Kampung Kewong, Desa Sukamulya, Kecamatan Sukaresmi sudah diwariskan sejak dahulu secara turun temurun. Hingga saat ini kerajinan ayakan nyiru yang terbuat dari bahan bambu itu terus dilakukan oleh warga setempat.
Namun sayang, saat ini pengrajin nyiru ayakan di Kampung Kewong hanya tersisa kalangan orang tua saja. Sementara kalangan anak muda kebanyakan malah tergiur untuk mencari pekerjaan dengan merantau di luar Garut.
Berdasarkan penuturan Abah Mimid (65) pengrajin nyiru ayakan di Kampung Kewong menyebut, setidaknya terdapat 30 rumah yang masih fokus memproduksi nyiru ayakan.
Baca Juga:Kepengurusan Demokrat Kubu Moeldoko Ditolak KemenkumhamBupati Ciamis Rencanakan Sekolah Tatap Muka Setelah Lebaran
“Kalau yang fokus membuat nyiru hanya 30 rumahan, kalau totalnya ada lah sekitar 50 rumah tapi yang lain itu tidak fokus,” ujar Abah Mimid, Rabu (31/3).
Abah Mimid melanjutkan, dahulu di Kampung Kewong itu hampir seluruh warga membuat nyiru dan ayakan. Minimnya minat anak muda untuk meneruskan kerajinan nyiru ayakan membuat semakin berkurangnya pengrajin.
“Anak muda kebanyakan merantau ke luar, mencari pekerjaan di luar. Hampir tidak ada lagi anak muda yang mau membuat nyiru ayakan,” ujar Abah Mimid.
Abah Mimid menduga kalangan anak muda lebih memilih pendapatan yang instan dengan merantau. Padahal jika kerajinan dari bambu ini difokuskan, juga tak kalah dengan penghasilan dari merantau atau bekerja di pabrik.
Lebih lanjut Abah Mimid juga mengharapkan dukungan Pemerintah guna membuat kerajinan nyiru ayakan ini semakin berkembang atau setidaknya dapat bertahan. Dukungan yang diperlukan itu antara lain dari segi permodalan untuk membeli bahan baku bambu maupun dukungan sarana prasarana seperti peralatan pisau, kapak, gergaji, parang dan peralatan lainnya.
Sebelumnya memang pernah ada bantuan serupa, namun Abah Mimid menyayangkan karena bantuan itu diberikan kepada warga yang sebetulnya tidak fokus dalam produksi nyiru ayakan.(fer)