GARUT – Pandemi Covid-19 menyebabkan sektor usaha kopi menjadi terpukul. Harga kopi tahun 2020 ini anjlok luar biasa sampai titik terendah dalam sejarah dunia kopi.
Harga buah kopi petik merah (cherry) yang biasanya dihargai pada kisaran Rp7 ribu sampai 9 ribu per kilogramnya, anjlok hingga Rp2 ribu saja.
Aries Sontani, pelaku usaha kopi di Desa Sirnajaya, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut menjelaskan, anjloknya harga kopi itu disebabkan karena pasar dunia menutup akses akibat pandemi covid-19.
Baca Juga:Sidak Pasar, Beberapa Jenis Sembako di Ciamis Mulai NaikIndonesia-Turki Jalin Kesepakatan
Sebagaimana diketahui, saat pandemi mulai meningkat di seluruh dunia, hampir semua negara melakukan keputusan lockdown. Hal itu menyebabkan dunia perdagangan ekspor impor menjadi terputus.
Akibatnya kopi di tanah air mendapatkan imbas paling besar, karena kopi di tanah air merupakan komoditi ekspor. Serapan pasar internasional pada kopi Indonesia cukup tinggi.
” Tahun 2020 mencapai Rp 2 ribu, Rp 3 ribu, itupun harga titik terendah yang saya rasakan, uangnya kurang lancar,” kata Aries Sontani dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan Radar Garut, dengan tajuk Peran Elemen Masyarakat dalam Penanggulangan Pandemi Covid-19 belum lama ini.
“Dampak yang paling terasa yang saya alami terutama mewakili sama-sama yang seprofesi dengan saya sebagai pelaku kopi dari hulu ke hilir, itu dari segi dampak market pasar. Pasar yang tertutup, adapun yang terbuka dalam artian yang menyerap produktivitas dari segi nilai harga itu disesuakan dengan situasi kondisi pasar ekspor juga,” tegas Aries.
“Otomatis dampaknya juga tidak merata terutama yang saya alami untuk tahun 2020 pandemi covid-19 itu saya rasakan sampai detik sekarang, hari ini terutama tidak eksis terutama di segmentasi trading komersil,” katanya.
Dengan rendahnya serapan pasar itu, Aries berjuang keras agar petani kopi yang selama ini menjadi binaannya bisa selama. Aries pun mencari rekan-rekan pengepul kopi yang memiliki modal untuk menerima kopi petani binaannya.
Hal senada juga disampaikan Yusuf Komarudin, Kepala produksi kelompok tani yang dikelola bersama Aries Sontani. Mereka terpaksa memutus pekerjaan warga setempat yang selama ini diberdayakan dalam usaha kopi. Setidaknya ada 30 orang yang diputus sementara pekerjaannya.