Dasco meminta agar tidak terlalu berlebihan menanggapi dinamika yang berkembang di masyarakat. Sebab semua masukan maupun penolakan dari masyarakat tentu akan menjadi perhatian Badan Legislasi DPR.
“Kita lihat nanti sejauh mana. Apakah ini nanti bisa dimasukkan lagi ke prolegnas ke depan atau tidak,” katanya.
Dasco mengatakan RUU Minuman Beralkohol dulu pernah dibahas DPR periode sebelumnya, tapi baru tahap pembahasan. Sehingga di periode sekarang, RUU itu dimulai ulang lagi pembahasannya.
“Baleg DPR masih tahap mendengar penjelasan pengusul,” ujarnya.
Baca Juga:Honor Guru Bantu Garut Belum Dibayar, Yang Lalai Provinsi Atau Kabupaten?Bolehkah Boikot Produk Kafir yang Memerangi dan Menghina Islam?
Setelah itu, Baleg DPR akan mengkaji lagi usulan tersebut. Sebelum menyerahkan ke pimpinan DPR untuk memutuskan, apakah RUU Larangan Minuman Beralkohol akan dibahas lebih lanjut atau tidak.
“Jadi untuk periode yang sekarang, itu masih dalam tahap pemberian penjelasan dari pengusul ke Baleg. Sehingga dinamika yang berkembang di masyarakat, saya pikir tidak perlu berlebihan. Justru, ini adalah suatu dinamika dalam pembahasan RUU di DPR. Di mana penolakan-penolakan maupun masukan-masukan akan menjadi perhatian dari Baleg untuk lebih mencermati pembahasan dari usulan dari pengusul tersebut,” katanya.
Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman mengatakan RUU Minuman Beralkohol masih bersifat terbuka dengan berbagai masukan. Karenanya aturan soal minol sebaiknya dibuat berdasarkan karakteristik tiap daerah.
“RUU ini masih belum dibahas dan masih terbuka untuk didiskusikan apa isinya,” katanya.
Anggota Komisi II DPR menilai aturan minuman beralkohol ada baiknya diatur di tingkat undang-undang (UU). Dengan UU, diharapkan aturan akan lebih mengikat.
“Saya punya opsi pengaturan minol berdasarkan area. Mungkin untuk provinsi atau kota tertentu bisa diizinkan dengan pengawasan yang ketat. Itu dia yang saya maksud bisa dibuat pengaturan berdasarkan karakteristik daerah,” ucapnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai aturan minuman beralkohol dalam bentuk UU masih belum perlu.
Baca Juga:ISIS Klaim Bertanggung Jawab Atas Serangan Bom di JeddahHonor Belum Dibayar, Kadisdik Minta Guru Bantu Bersabar
“Jika belajar dari pengalaman yang kita lihat di berbagai negara, kalau minuman beralkohol ini terlalu ketat aturannya sehingga sangat sulit terjangkau justru berpotensi menimbulkan munculnya pihak yang nakal melakukan pengoplosan alkohol ilegal atau bahkan meracik sendiri,” katanya.