Editor : Feri Citra Burama
RadarPriangan.com, GARUT – Mencuatnya kasus seorang ayah yang mencuri smartphone demi belajar anaknya pada masa Pandemi di Kabupaten Garut, banyak menyita perhatian publik.
Aksi AJ pria berusia 41 tahun warga Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut itupun menuai rasa iba. Banyak yang simpati sehingga bantuan pun mengalir dari berbagai pihak. Kendati adapula masyarakat yang khawatir kasus itu kemudian ditiru orang lain dan dijadikan alasan.
Terlepas dari kasus pencurian yang dilakukan AJ, seorang Advokat, Ketua Umum LBH Balinkras, DR Mallau SH, MH justru melihat sudut pandang lain. Mallau mengkritik banyak media di Kabupaten Garut yang kurang tepat dalam mempublikasikan kasus pencurian AJ. Terutama dari sisi mempublikasi identitas anak AJ yang masih di bawah umur.
Baca Juga:Ternyata Rambut Pirang Pasha Ungu untuk Keperluan Video KlipUsia Kota Cirebon Sudah 651 Tahun
Pasalnya kasus ini sangat terkait dengan masalah anak di bawah umur. Dimana AJ sendiri mencuri karena untuk memenuhi kebutuhan anaknya yang masih di bawah umur itu.
Mallau melihat banyak pemberitaan yang secara jelas, detail dan akurat dalam mempublikasikan identitas anak AJ.
Identitas itu meliputi segala hal yang pada intinya memudahkan pembaca untuk melacak keberadaan anak tersebut. Antara lain dari mulai nama, alamat rumah, foto wajah dan lain sebagainya.
” Dengan mempublikasikan identitas anak ini akan berdampak buruk terhadap psikologis anak tersebut. Karena stigma sebagai anak pencuri itu sangat berdampak buruk terhadap kejiwaan anak. Walaupun pada akhirnya kasus itu menuai banyak simpati publik,” ujar Mallau.
” Definisi anak sendiri sebagaimana yang telah direvisi dalam undang-undang Perlindungan Anak yaitu Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan,” jelas Mallau.
Dalam hal ini kata Mallau, pers (media) baik cetak maupun elektronik, dapat dipidana penjara dan denda sebagaimana aturan undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Dimana dalam UU SPPA tersebut disebutkan dengan jelas pada pasal 19 ayat 1 yaitu: Identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.