Anak-anaknya memang sudah besar, dua orang anaknya sudah bekerja namun cukup dilema dengan kondisi Covid-19 saat ini. Dua orang anaknya yang lain masih sekolah. Lagi-lagi mereka dilema karena tak mampu membeli android untuk belajar secara daring (dalam jaringan).
Jika pun ada, tetap harus mengeluarkan uang untuk membeli kuota. Sedangkan penghailan Rohaeni tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Selama belajar secara daring, anaknya hanya bisa meminta bantuan teman-temanya agar bisa berbagi informasi dan mengerjakan tugas bersama.
Baca Juga:PHBS Kunci Sederhana Terhindar dari Berbagai PenyakitPenyelewengan Bansos Terstruktur
Dengan penghasilan paling besar 20 ribu per hari, Rohaeni hanya bisa menggunakannya untuk makan sehari-hari. Tak jarang ia pun terpaksa berhutang kepada warung.
Rohaeni hanya bergantung kepada bantuan pemerintah untuk biaya sekolah anak-anaknya. Buruh menganyam sarung tangan dan hasil kerja anak-anaknya jelas tak mampu untuk menutupi biaya sekolah.
Anak-anaknya sudah terbiasa membantu pekerjaan Rohaeni di sela-sela libur sekolah. Baginya, satu pencapaian dan kebahagiaan ia persembahkan untuk Almarhum suaminya ketika ia berhasil menyekolahkan semua anak-anaknya hingga jenjang SMA.
Rasa haru tak terbendung lagi ketika Rohaeni mendengar anak-anaknya memiliki cita-cita yang tinggi. Anak ketiganya bercita-cita sebagai seorang guru, dan anak keempatnya bercita-cita menjadi seorang Presiden.
Tanpa kurang percaya diri sedikitpun, lantang mereka memberitahu ibunya. Rohaeni tak ingin mematahkan semangat mereka walaupun mungkin ia merasa itu mustahil. Ia hanya ingin anak-anaknya dapat mengabdi kepada masyarakat, memanfaatkan pelajaran yang sudah mereka dapat, dan selalu membela warga yang lemah.
Di masa-masa sekolah, anak-anaknya harus belajar hidup mandiri, kuat, dan bertahan walau tanpa uang jajan. Ya, Rohaeni mengatakan jika dirinya seringkali tak mampu memberikan uang jajan saat anak-anaknya hendak pergi sekolah.
Pergi ke sekolah dengan berjalan kaki sudah terbiasa anak-anaknya lakukan. Menyangkut ini, Rohaeni tak mampu lagi menahan tangis. Di depan anak-anaknya ia tak mampu menyembunyikan atas rasa salah dan kurangnya ia sebagai seorang ibu.
Baca Juga:40 Karyawan Gedung Sate Positif Covid-19, Sekda Nyatakan Kantor Gubernur DitutupSekda Jabar Bantah Gedung Sate Masuk Klaster Perkantoran
Pendidikan anaknya menjadi hal yang paling penting bagi Rohaeni. Meski hanya sampai SMA, ia merasa hajatnya sudah terpenuhi. Terlebih untuk ke Perguruan Tinggi, ia sudah tak sanggup, kecuali dengan bantuan Tuhan. Mendengar itu, anaknya tak bisa berkata-kata lagi. Ingin rasanya