RadarPriangan.com, GARUT – Calon siswa SMA/SMK di Kabupaten Garut memiliki kesempatan dua kali untuk mendaftar di sekolah yang sama dengan gelombang berbeda. Saat ini sendiri, penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA/SMK untuk gelombang pertama telah diumumkan pada Senin (22/6/2020).
Bagi mereka yang belum diterima pada gelombang pertama masih mempunyai kesempatan untuk mendaftar ke sekolah negeri yang sama di gelombang dua.
Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah XI Dinas Pendidikan Jawa Barat, Asep Sudarsono menyebut bahwa di gelombang pertama pihaknya membuka penerimaan siswa dari beberapa jalur. Jalur tersebut adalah afirmasi, prestasi, perpindahan, hingga anak guru.
Baca Juga:Tes Masif Pelaku Perjalanan untuk Cegah Kasus Impor di StasiunManfaat Pelukan Usai Aktivitas Seks
“Hanya menerima 50 persen dari daya tampung maksimal setiap sekolah. Para siswa yang tak lulus di gelombang pertama, bisa kembali mendaftar pada gelombang kedua. Kemarin kan dibuka tanggal 12 sampai 18 Juni dan baru kemarin diumumkan. Pekan depan kami akan buka pendaftaran lagi,” sebut Asep, Selasa (23/6/2020).
Pendaftaran gelombang kedua sendiri, dikatakan Asep akan mulai buka 25 Juni 2020 sampai 1 Juli 2020.
“Pada gelombang kedua, kita akan menggunakan sistem zonasi yang jumlahnya sebanyak 50 persen dari sisa daya tampung,” katanya.
Untuk penerimaan peserta didik baru di Kabupaten Garut, dijelaskan Asep, dilakukan dengan dua cara, yaitu secara online dan offline. Kedua cara itu sendiri dilakukan karena belum semua orang tua siswa mengerti dalam penggunaan sistem online.
“Penggunaan sistem online hanya efektif di perkotaan dan sebagai cara mengurangi kerumunan di tengah pandemi Covid-19. Sistem PPDB tahun ini dibuat dengan maksud agar anak tak usah datang ke sekolah yang dituju. Mereka juga bisa ikut daftar di SMP asal. Tapi tak semua sekolah punya sarana untuk itu. Makanya kami tetap menerima offline,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa di sejumlah sekolah, hasil pemeriksaan hanya ada tiga calon siswa saja yang mendaftar dengan cara online. Saat diperiksa lebih lanjut, ternyata kebanyakan calon siswa didaftarkan oleh orang tuanya secara langsung ke sekolah, atau offline.
“Itu kejadian di wilayah selatan. Susah sinyal jadi mereka enggak bisa daftar. Kami persilakan agar tak mempersulit juga,” ungkapnya. (igo/RP)