Prof. Atie menjelaskan, Pandemi Covid-19 ini memiliki potensi untuk membentuk budaya dan gaya hidup baru, menimbulkan perilaku/habit baru, saling berpengaruh dengan sistem politik, ekonomi, sosbud, serta menimbulkan perubahan sosial, menimbulkan perubahan individu, perubahan pada nilai-nilai (Values) kehidupan.
Sementara itu, Dr. Puji menjelaskan bahwa Kearifan lokal dibangun melalui beberapa sosialisasi, yakni sosialisasi kearifan lokal seni, kearifan lokal makanan, kearifan lokal perilaku (gotong royong, gerakan jogo tonggo).
Sedangkan Drs. Bambang Subarna, M.Sn memandang bahwa Pandemi Covid-19 ini disikapi oleh masyarakat Indonesia khususnya Oleh Masyarakat Sunda: di dalam khasanah budaya sunda, penyakit / sasalad dipandang sebagai bagian dari siklus alam untuk menemukan keseimbangannya, dimana Manusia merupakan bagian dari siklus tersebut.
Baca Juga:Keluarga DokterPSBB Proporsional di Jabar Harus Disertai Kedisiplinan Warga
Ada 3 istilah yang dikemukakan Bambang mengenai Pandemi Covid-19 ini yaitu: SASALAD (Bahasa Sunda); Pageblug (Bahasa Jawa); Wabah (Bahasa Indonesia). Tentunya dalam penanganan Covid 19 ini perlu adanya pendekatan kultur berbasis RT dan RW jadi standardisasi utama dalam menangani korona sehingga rapid test dan swab test harus dilakukan secara massif. Alat tesnya harus ada di kecamatan sehingga setiap hari orang di kampung diperiksa, sedangkan orang dari luar dikunci dan jika ada diisolasi. (erf/rls)