Oleh : Hendro Sugiarto(Lulusan Magister Keuangan Mikro Terpadu UNPAD, Pelaku Usaha, Pegiat UMKM, Dosen, Mahasiswa Doktoral Ilmu Pemerintahan IPDN dan saat ini menjadi Kordinator Daerah untuk pendampingan UMKM Juara)
YTH Bapak Bupati Kabupaten Garut
Pak Bupati, beserta anggota dewan yang terhormat, beberapa hari terakhir ini kanal sosial media yang saya ikuti diramaikan dengan sebuah kabar bahwa bapak akan menggelontorkan dana sebesar 10 Milyar rupiah untuk membantu warga Garut yang terjerat oleh bank emok. Terlebih setelah bapak mengeluarkan surat edaran yang bernomor : 776/1041/rck, Tentang Bantuan sosial bagi masyarakat yang memiliki pinjaman uang kepada lembaga keuangan yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jika saya melihat Surat edaran tersebut setidaknya ada lima konsideran yang mempunyai alasan kenapa bapak akhirnya mengeluarkan sebuah kebijakan tersebut, yaitu :
1.Berdasarkan Perpu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan negara dan stabilitas Sistim keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19, dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian Nasional dan/atau stabilitas sisitem keuangan.
2.Intruksi presiden RI NO 4 tahun 2020 tentang Refocussing kegiatan, relokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
3.Keputusan Kepala BNPB NO 9.A tahun 2020 tentang penerapan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat Covid-19.
4.Keputusan Kepala BNPB NO 13.A Tahun 2020 tentang perpanjangan status keadaan tertentu darurat bencana wabah akibat covid-19 di Indonesia.
5.Peraturan OJK no 11/POJK03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijkan countercyclical dampak penyebaran covid-19 .
Pak Bupati yang saya hormati pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan sebuah pesan kepada bapak berkaitan dengan kebijakan yang sekarang sedang diperbincangkan oleh warganet di kabupaten Garut. Pesan ini saya sampaikan melalui sebuah tulisan karena, sampai saat ini saya masih dirumah dalam rangka mensukseskan program pemerintah untuk melawan pandemi covid-19 berupa Physical Distancing dengan cara diam #dirumahsaja. Namun sebelum saya menyampaikan sebuah pesan ini kepada bapak, izinkan saya menyampaikan sebuah konsep bank emok itu sendiri, saya hawatir menjadi stigma negative bagi perbankan/Lembaga Keuangan Mikro yang melakukan konsep sepeerti bang Emok itu sendiri. Kebetulan study Magister saya adalah Keuangan Mikro Terpadu dengan sebuah ke-focus-an Study kepada Poverty Reduction kerja sama antara Leiden University Dan Universitas Padjadjaran. Dari perbincangan warganet yang saya amati ternayata masih banyak masyarakat yang salah menafsirkan tentang Bank Emok tersebut. Jika kita melihat konsep bank emok itu sendiri sebetulnya bukan sebuah gerakan baru didalam sebuah operasional di sebuah perbankan atau Lembaga keuangan Mikro /micro Finance. Konsep bank emok sendiri menjadi mendunia setelah seorang pria asal bangladesh bernama Muhammad Yunus membuat sebuah Lembaga Keuangan Mikro yang bernama Grameen Bank yang mempunyai makna The Village Bank yang berdiri pada tanggal 1 oktober 1983. Awalnya Grameen Bank skala nya hanya tingkat desa dengan sebuah konsep ingin mengubah model perbankan tradisional pada umumnya. Salah satu ide gerakannya adalah terfokus pada kaum perempuan, pandangan Yunus saat itu adalah perempuan merupakan pihak yang paling memikirkan kebutuhan keluarga. Ini merupakan langkah radikal dalam masyarakat muslim saat itu, sampai akhirnya Yunus membutuhkan enam tahun tercapai tujuan utama “a 50-50 gender distribution” bagi para peminjam. Sampai akhirnya 96% peminjam Grameen adalah kaum perempuan. Selain itu dia juga meyakini bahwa orang miskin bisa menjadi peminjam yang realible (dapat dipercaya) dan menjadi pengusaha yang gigih. Karenanya dia juga melibatkan 55.000 pengemis dalam proyeknya yang disebut “Struggling Members Program”.