GARUT – Komisi IV DPRD Garut, Jawa Barat, hampir setiap hari menerima aduan terkait penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang pada tahun 2020 berganti nama menjadi program sembako.
Bantuan dari Kementrian Sosial (Kemensos) RI tersebut ramai dibicarakan karena diduga banyak agen mendistribusikan tidak sesuai aturan.
“Ya, kami bersama rekan-rekan Komisi IV terus memantau dan turun ke lapangan melihat kondisi yang sebenarnya. Memang, kami ada temuan banyak agen yang harus dievaluasi,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Garut, Ade Husna asal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Jumat (07/02/2020).
Baca Juga:Sebarkan Hoax Kematian Anak SMP, SCF Dijemput Polisi di RumahnyaSarah Octavia, Bocah Malang yang Tak Punya Anus, Harus Segera Dioperasi
Ade menilai, masalah BPNT merupakan program yang sangat seksi karena banyak laporan dari tingkat desa dan tingkat kecamatan.
Apalagi kata Ade, pada tahun ini nominal bantuan bertambah dari semula yang hanya Rp110 ribu sekarang menjadi Rp 150 ribu per KPM (keluarga penerima manfaat).
“Adanya kenaikan anggaran yang masuk pada setiap KPM, ini yang harus menjadi perhatian semua. Hal tersebut kerap menjadi pembahasan baik dengan BNI dan Dinsos setiap rapat kerja,” ucapnya.
Terkait banyaknya persoalan yang terjadi di lapangan, Ade sepakat bersama anggota DPRD yang tergabung dalam Komisi IV DPRD Garut, agar BNI dan Dinsos melakukan evaluasi terkait agen yang tidak sesuai aturan.
“Kalau berdasarkan data yang ada di Kabupaten Garut, masih kekurangan agen sebanyak 100 agen lebih. Yang mana satu desa harus ada satu agen BNI,” ujarnya.
Ade mengaku, selama di lapangan banyak menemukan agen yang tidak sesuai aturan apalagi banyak agen di beberapa daerah tidak memiliki warung termasuk ada keluarganya Kepala Desa.
“Saya dengan rekan-rekan meminta BNI untuk segera mengevaluasi keberadaan agen yang tidak sesuai dengan aturan. Termasuk meminta jika ada agen yang nakal untuk segera dicabut dari keagenannya. Intinya banyak persoalan dalam program BPNT,” katanya. (fer)